Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau, Irwan Effendi mengatakan, potensi perikanan di Provinsi Riau cukup tinggi, yakni mencapai 132.000 ton Statistik meningkat daripada tahun sebelumnya yang hanya 127.000 ton. Potensi tersebut dapat dilihat dari beberapa sektor pengembangan, baik perikanan dan kelautan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka, perairan umum, maupun budidaya kolam, tambak dan keramba.
Potensi biota di Laut China Selatan mencapai 361.430 ton, sedangkan pemanfaatannya baru 211.732 ton atau 58,8 persen. Untuk beberapa potensi, pemanfaatannya sudah melampaui batas (overfishing), seperti di Selat Malaka dan perairan umum. Potensi pengembangan di Selat Malaka senilai 84.928 ton. Namun, pemanfaatannya mencapai 84.994 ton atau 100,07 persen. Begitu juga di perairan umum, potensi pengembangannya 14.232 ton. Akan tetapi, pemanfaatannya melebihi potensi tersebut, yakni 14.354,9 ton atau 100,01 persen. Dengan kondisi ini, ikan dan biota perairan yang masih tergolong kecil dan tahap pembesaran juga tereksploitasi nelayan. Jika berlarut-larut, ini akan berdampak negatif berupa penurunan potensi dari sektor perikanan dan kelautan di Riau.
Potensi sektor perikanan tidak hanya berada di sektor kelautan, tetapi juga perikanan darat, Hal ini terlihat dari potensi budidaya kolam yang mencapai 14.000 ton, sementara pemanfaatannya baru 2.403,58 ton atau 17,17 persen, Begitu juga potensi pengembangan tambak dan keramba, pemanfaatannya masih di bawah 10 persen. Beberapa potensi inilah yang dapat dikembangkan secara optimal dalam mendukung pendapatan asli daerah untuk Pemerintah Provinsi Riau.
Kampar adalah salah satu kabupaten di provinsi Riau yang memiliki potensi perikanan budidaya air tawar yang sangat besar. Secara geografis, Kab. Kampar mempunyai letak geografis yang strategis, yang berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan Kab. Siak disebelah utara, Kab. Kuantan Singingi di sebelah selatan, dan berbatasan dengan Kab. Rokan Hulu dan Prov. Sumatra Barat di sebelah barat, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kab. Pelalawan.
Dengan letak geografisnya tersebut Kampar memiliki potensi pengembangan budidaya air tawar terutama budidaya kolam, karamba dan jarring apung. Topografi Kampar juga mendukung karena memiliki banyak sungai, waduk, dan kolam. Kabupaten Kampar terdapat potensi lahan untuk budidaya perikanan terutama perikanan air tawar seluas ±6.521,30Ha, yang terdiri dari budidaya kolam 6.111,30Ha, danau/waduk (menggunakan Keramba Jaring Apung/KJA) 275Ha, dan budidaya sungai (menggunakan keramba) seluas 135Ha. Dari total potensi lahan yang tersedia tersebut, sekitar 700,03Ha atau 11,46% yang dimanfaatkan untuk budidaya kolam, dan sekitar 35,75Ha atau 8,72% yang dikembangkan dalam bentuk KJA dan keramba.
Dengan potensi yang dimiliki oleh kabupaten kampar melalui sungai kampar, waduk buatannya dan beberapa daerah yang tanahnya cocok untuk pengembangan budidaya air tawar maka kabupaten ini menjadi urat nadi bagi pengembangan budidaya air tawar provinsi Riau dan kampar telah dijadikan sebagai kabupaten minapolitan oleh ditjen perikanan budidaya. Selain sungai kampar, kabupaten ini masih memiliki Sungai Siak yang memiliki hulu di sungai sungai Tapung Kanan dan Tapung Kiri serta Sungai Sebayang yang air sungainya masih belum tercemar dan sangat bagus serta cocok untuk budidaya ikan air tawar seperti patin dan ikan nila.
Kampar sendiri telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan perikanan budidaya. Itu sebabnya, melalui pengembangan sentra minapolitan, ikan yang dapat dikembangkan di kawasan tersebut tak lagi hanya ikan patin namun juga ikan-ikan lainnya seperti ikan mas, jelawat, nila, dan baung. Kini, volume produksi ikan secara keseluruhan di Kampar mencapai kisaran 60 ton per hari, dan 30 ton (50%) di antaranya adalah ikan patin. Seluruh produsen adalah pembudidaya skala kecil, bukan korporasi. Sentra minapolitan Kampar meliputi Sentra Kampung Patin Desa Koto Masjid. PLTA Koto Panjang, Desa Ranah, Kecamatan AirTiris, dan Kampung Ikan Jelawat.
Di PLTA Koto Panjang sendiri menurut dinas perikanan kabupaten Kampar terdapat 3.824 unit Karamba Jaring Apung yang diusahakan pembudidaya. Luas karamba yang diusahakan oleh pembudidaya rata-rata perpetaknya seluas 4x4 m2. Luas rata-rata perpetak ini jika dikalikan dengan jumlah unit karamab jarring apung maka total luas lahan KJA yang diusahakan pembudidaya di PLTA tersebut berkisar 245.000 m2. Sementara luas waduk di PLTA tersebut mencapai 12.000 ha. Komoditas yang diusahakan oleh pembudidaya sebagian besar adalah ikan mas. Sebagian besar ikan mas yang beredar di seluruh wilayah provinsi Riau berasal dari daerah ini.
Jika PLTA Koto Panjang merupakan sentranya budidaya ikan mas maka sentranya budidaya ikan patin adalah Desa Koto Masjid yang letaknya tidak begitu jauh dari PLTA. Desa Koto Masjid sendiri merupakan kawasan minapolitan ikan patin. Sebenarnya desa ini pada awalnya tidak berpotensi untuk pengembangan perikanan budidaya karena tidak terdapat sumber air untuk budidaya ikan. Namun sejak ditemukannya sumber air yang berasal dari air tanah yang sangat melimpah maka sejak saat itu berkembanglah desa ini menjadi sentranya budidaya ikan air tawar terutama ikan patin dengan wadah kolam tanah. Sekitar 50 persen produksi patin Kampar berasal dari desa ini. harga ikan patin kini tergolong wajar di kisaran Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu per kilogram. Potensi kolam di desa Koto Masjid ini berkisar ±230 Ha. Dari potensi lahan tersebut, yang telah dimanfaatkan dalam bentuk budidaya kolam sebesar 171 Ha atau 74,35%.
Sementara budidaya ikan dengan wadah karamba terdapat di sepanjang aliaran sungai terutama sungai Kampar. Disepanjang aliran sungai berjejer dengan rapi karamba-karamba milik para pembudidaya yang diusahakan oleh masyarakat sekitar sungai. Karamba di sini berbeda bentuknya dengan karamba yang umumnya. Bentuk karamba tidak dibuat kotak namun diujung karamba yang melawan arus sungau dibuat meruncing sehingga bila dilihat secara keseluruhan bentuk karamba seperti bentuk perahu. Bentuk seperti perahu ini dimaksudkan untuk meminimalisasi dorongan arus sungai Kampar yang begitu kuat. Salah satu desa yang menjadi pusatnya budidaya karamba adalah Desa Ranah yang juga kadang disebut sebagai Kampung Ikan Jelawat. Disebut sebagai kampung ikan jelawat karena hampir semua masyarakat yang membudidayakan ikan komoditasnya adalah ikan jelawat.Harga ikan jelawat Luas karamba yang diusahakan pembudidaya perunitnya rata-rata memiliki luas 8x3 m2. Menurut para pembudidaya disepanjang aliran sungai ini setidaknya terdapat sekitar ribuan pembudidaya ikan.
Dilihat dari semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, maka Kabupaten Kampar merupakan penghasil produk perikanan budidaya dengan peringkat tertinggi yang didukung adanya potensi yang besar dalam pengembangan komoditas unggulan terutama disektor perikanan budidaya. Sekitar 90 persen produksi perikanan budidaya provinsi Riau berasal dari kabupaten Kampar makatidak salah jika disebut Kampar adalah nyawa perikanan budidaya Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda Sopan kami segan, Anda tidak sopan kami Spam.